Medan dan Kisah Anak Rantau
Tiba-tiba pengen nyeritain kota sendiri gara-gara beberapa kali ngobrolin Medan sama teman di Jogja yang baru-baru ini berkunjung ke sana.
Medan bukan kota kelahiran saya, bukan kota asal orang tua saya, tapi saya besar di sana. Kalo saya ditanya orang mana, saya jawab orang Medan. Kalo ditanya orang apa, saya jawab orang minang, as simple as that.
Apa yang bikin Medan dan orang-orangnya spesial? Ada beberapa fakta dan juga pendapat pribadi yang ingin saya sampaikan. Sebagai orang Medan yang beberapa tahun terakhir tinggal di luar kota tersebut, saya jadi punya beberapa pendapat yang mungkin terlihat karena saya sedang tinggal di sana.
Medan Kota Macet. sumber:mustangcorps.com |
Mesjid Raya Medan. sumber: abukhaidir.files.wordpress.com |
Durian Medan. sumber:http://www.indonesia.travel/ |
Logat
Hal yang paling gak bisa dihindari. Logat di Medan memang banyak dipengaruhi oleh logat Batak yang memang tipikalnya keras. One may get surprised even hurt when hearing it at first. Tapi nggak semua orang Medan itu orang Batak. Bahkan Medan sendiri dalam sejarahnya merupakan daerah Kerajaan Melayu Deli (you may google it). Jadi jangan aneh juga kalo nemu orang Medan yang lemah lembut kayak saya :3
Khasnya orang medan itu penekanan pada vokal 'e' dan konsonan 'k' di akhir suku kata. Misal: enak. Penyebutannya 'k' pada 'nak'-nya itu seperti 'pak' pada 'kapak'. Kami juga suka nambah2 huruf 'k' sendiri, misalnya 'makan nasik'. And we usually use 'lah' instead of 'dong' (misal: 'ambilinlah botolku', 'mintalah' bukan 'minta dong'), 'kali' instead of 'banget' (misal: 'besar kali', 'mantap kali'), etc. Dan ada banyak kata-kata yang cuma anak Medan yang ngerti, misal sor, palak, getek, dan kata2 lainnya.
Suara keras
Dulu pas pertama kali sampe Jogja, saya sempat culture shock karena orang-orang di sini ngomongnya pelan banget sampe saya gak kedengeran dan minta ulang beberapa kali. Entah karena terbiasa dengar suara yang keras atau memang suara orang Jogja yang lembut atau suara kami sama-sama tidak berada di garis normal volume suara :v Gaya bicara kami keras, ketus, dan nggak santai kayak marah2. Walaupun ceplas ceplos tapi kami jujur, apa adanya, nggak munafik, apalagi nyindir2 secara halus (yang malah lebih nyakitin kan?).
Senang bergaul
Anak Medan itu hits dan gaul mudah beradaptasi. Di UGM sendiri, kami punya paguyuban asal Medan. Dari teman-teman 2012 yang saya kenal, hampir semuanya orang-orang yang tidak kuper. Mereka aktif di kegiatan jurusan bahkan universitas. Walaupun jumlah kami sedikit tapi hampir semuanya bisa dibilang eksis di lingkungannya. Dari situ aku ngambil kesimpulan kalo kami memang punya ciri bisa survive di rantau. Kalo kata lirik lagu Anak Medan: "pohon pinang tumbuh sendiri".
Setia kawan
Orang-orang di Medan sangat menghargai dan cenderung sangat membela keluarga, teman, dan orang-orang yang ia percaya. Ini sifat yang entah kenapa berasa banget buat saya. Bukan berarti teman-teman saya di Jogja tidak setia, tapi saya melihat cara pertemanannya itu agak beda aja. Kalo dibahasain pake kalimat, kira-kira seperti ini.
Jogja: "ayo kita maju sama-sama"
Medan: "kami gak akan ninggalin kau"
Ya begitulah kira-kira... still I love all of my friends :p (tentang setia kawan ada di lirik lagu Anak Medan juga lho)
Metropolitan
Medan itu kota terbesar di pulau Sumatera dan termasuk 5 kota terbesar di Indonesia (saya lupa peringkat keberapa). Jadi lingkungan dan orang-orangnya memang kekotaan. Sayang, memang, fasilitas umum untuk kota ini menurut saya masih jauh dari nyaman, Bukan gak punya, cuma gak terawat. Misal, trotoar pejalan kaki yang justru jadi tempat jualan, atau ketutupan pot2 tanaman dan malah jadi lembab2 seram gitu.. Atau taman kota yang banyak bau pesing ._.
Kalau dari sisi transportasi, lumayan banyak opsi untuk transportasi seperti angkot, becak, atau taksi yang bisa mengatarkan ke mana-mana. Tapi itu juga jadi keluhan karena pengguna jalan raya di Medan kacau balau. Kalo dari sisi pengendara pribadi sih selalu nyalahinnya angkotlah, becaklah. Dari sisi yang naik motor, yang naik mobil itu sombong, gak sabaran, mentang2 naik mobil pengen lebih cepat. Dari sisi yang naik mobil, pengendara motor itu suka nyelip2 mendadak, bahaya, gak pake helm, gak taat lampu lantas. Berlaku untuk semua orang, lampu kuning justru nambah kecepatan. Lucu sih, karena pada kenyataannya yang nyalahin juga melakukan kesalahan. Kalo ada yang masih jalan pas udah lampu merah, ada aja yg ikut jalan. Kok gitu? Kan orang Medan gak mau kalah :p
Kalau soal kuliner, banyak banget pusat kuliner di Medan karena pada dasarnya orang-orang di Medan doyan makan. Apalagi durian. Waktu aku kecil rasanya durian itu ada musimnya tapi gatau kenapa sekarang tiap hari adalah musim durian. Kalau soal harga, menurutku sih standar2 aja (kecuali tempat nongkrong di kafe) karena memang standar hidupnya juga segitu ._. Tapi masalah rasa, itu relatif. Teman saya pernah komentar makanan di Medan aneh, gak manis. Saya juga pernah komentar soto di Jogja aneh, gak ada warna dan rasanya,
Kalau soal tempat wisata, nah iya saya juga bingung :v Saya bukan duta wisatanya sih...Yang jelas yang bagus itu ke Mesjid Raya terus sekalian ke Istana Maimun (tapi tempatnya kurang menarik -kritik), terus yang lain mungkin saya lupa *ngeles*. Tetap paling enak kunjungan ke luar kota kayak Berastagi dan Danau Toba karena lebih berasa menyatu dengan alam sumatera yang pada dasarnya adalah pegunungan :v
Kota keras
Kehidupan di Medan menurutku sih cukup keras (kalo dibandingin di sini). Bayangin aja kami tiap hari ketemu orang yang logatnya keras, suaranya keras, keras kepala, keras wajah, dan keras-keras lainnya. Ketemu satu orang aja kamu mungkin udah gak tahan kan?. Mau gak mau kami jadi bagian dari ke-keras-an itu sendiri kan? Tapi itu yang malah ngelatih mental kami. Mental dikasih harga harus berani nawar, mental diserempet angkot harus berani marah, mental ditipuin harus berani nipu balik (yg terakhir tidak valid). Biarin berantem, jangan mau harga diri dijatuhkan *apa coba*
***
Ya begitulah perspektif saya mengenai Medan, ada nilai positif dan negatifnya. Dan ini murni subjektivitas dari seorang warga yang belasan tahun tinggal di sana yang sekarang berada di kota yang lingkungannya berbeda.
Cerita tentang merantau, banyak banget pelajaran yang bisa diperoleh. Saya bisa lebih open-minded terutama terhadap perbedaan budaya di tempat-tempat. Saya sempat heran ada orang yang men-judge Medan atau sumatera itu daerah kecil dan masih terbelakang. Padahal secara ukuran aja Pulau Sumatera lebih besar dari Pulau Jawa. Atau saya juga terkadang heran, ada orang yang beranggapan seolah-olah sopan santun hanya milik budayanya, padahal saya tidak tumbuh di budaya tersebut tapi saya tau sopan santun karena saya orang Indonesia dan saya beragama Islam. Atau saya heran ada orang yang mutlak menilai orang lain hanya karena kata orang, orang-orang di lingkungannya berkarakter seperti itu. Mungkin mereka belum pernah keluar dari zona amannya dan hanya menemui kejadian dan orang-orang yang itu-itu saja.
Kenapa men-judge padahal belum lihat sendiri. Kenapa menilai padahal belum mengenal. Kebudayaan itu unik. Hal yang kita nilai salah belum tentu menurut dia salah. Bukan berarti kita harus menukar pendiriaan kita terhadap hal itu, tapi seharusnya kita juga melihat kemungkinan lain dari sisi dia.
Saya sendiri belum berkunjung ke banyak tempat tapi udah sok nge-judge orang :v dan ingin sekali berkunjung ke lebih banyak tempat lagi, terutama di Indonesia, dan bertemu lebih banyak orang. Sangat menyenangkan bila bisa bertukar pikiran dengan orang lain agar ilmu kita juga bertambah. Yang penting kita tetap punya pegangan norma yang kita tahu pasti benar dan salahnya (baca: agama).
NB:
ternyata karakter orang-orang Medan juga sering dibahas di beberapa forum lho:
- http://malesbanget.com/2014/03/tanda-kamu-anak-medan/
- http://www.kaskus.co.id/thread/53d3c5af0f8b46735f8b4596/anak-medan-apa-yang-anda-pikirkan-ketika-mendengar-kata-itu
- http://www.ceritamedan.com/2013/10/ciri-ciri-orang-medan-benar-tidak-kalau.html
Lagu Anak Medan --> https://www.youtube.com/watch?v=ADEwi2JpwjY
sumber: kabarmedan.com |
Yak, tuan rumah udah mulai bicara...
ReplyDeletekayaknya ini sikap "berani ngomongin balik"-nya orang Medan karena sering diomongin akhir-akhir ini :v
bisa jadi :v
DeleteAssalam, saya dari johor, malaysia. Mungkin loghat yg ditutur di sumatera & riau sama seperti sy di johor, melaka, negeri sembilan, selangor, perak & kl di malaysia yg mengunakan perkataan pengakhiran 'e & 'k contohnya 'kamu mahu #kemane' seharusnya #kemana & 'nak carik dimane?' seharusnya #cari #dimana....
ReplyDeleteMacam ini kali ya rupanya
ReplyDeleteKeren tulisannya bisa jadi refrensi juga nih, thanks --> #Yuk Cek dulu blog kita Media Informasi Online di Kota Medan
ReplyDelete