Pengalaman IELTS: belajar otodidak sampai tes

Untuk teman-teman yang punya rencana untuk melanjutkan studi di luar negeri, IELTS dan TOEFL bukan lagi hal yang asing. Ya, skor dari salah satu tes tersebut menjadi syarat utama kebanyakan universitas dan beasiswa studi di luar negei. 

Sepulang dari Italia tahun lalu, saya berencana untuk segera menyelesaikan skripsi dan lulus paling lama Agustus 2017. Layaknya mahasiswa tahun akhir, saya juga diliputi rasa bimbang apakah ingin lanjut sekolah atau kerja setelah lulus nanti. Sewaktu di Italia, saya banyak bertemu orang-orang yang lebih dewasa dan memberikan saran untuk kehidupan setelah lulus. Saya sendiri juga mengamati kehidupan perkuliahan Master di Eropa, dari sisi materi perkuliahan, mahasiswa, lingkungan, dan sebagainya. Sehingga, saya cenderung ingin lanjut sekolah dulu sebelum benar-benar meniti karir. Dan hal tersebut alhamdulillah diamini oleh orang tua, terutama mama yang sangat pro saya lanjut kuliah saja.

Dua hal yang saya targetkan untuk rencana kuliah saya: saya langsung lanjut kuliah setelah lulus (Tahun Ajaran 2017/2018) dan kuliah di luar negeri. Nah, untuk tercapainya kedua hal tersebut berarti saya harus gencar mempersiapkan aplikasi, mulai dari nyari universitas, program master, beasiswa, persyarata, bla bla bla. Saat itu saya belum punya sertifikat IELTS atau TOEFL yang masih berlaku yang berarti saya juga harus belajar untuk tes. Saya sudah berencana untuk belajar IELTS dari bulan Agustus 2016, tapi memang butuh trigger untuk benar-benar merealisasikan rencana. Karena akhirnya saya baru mulai belajar di bulan Oktober :v 

Kenapa IELTS dan bukan TOEFL?

Memang kedua skor ini berlaku di banyak universitas di seluruh dunia. Akan tetapi, basis IELTS adalah British  English (BE) dan TOEFL adalah American English (AE). Walaupun sebenarnya saya lebih terbiasa dengan AE daripada BE dan katanya tes TOEFL iBT lebih murah daripada IELTS (sekitar Rp 2,5jt vs Rp 2,8jt), saya punya alasan sendiri. 

Dari beberapa universitas tujuan yang saya list pada awal Oktober lalu, prioritas utama saya jatuh di sebuah universitas di UK dan program Erasmus+ (Eropa).  Kedua program tersebut sebenarnya juga menerima TOEFL iBT. Tetapi program Erasmus tersebut deadline-nya 8 Januari 2017, dan kalau menggunakan skor TOEFL, pihak konsorsium meminta sertifikat asli dikirimkan langsung ke mereka (di Jerman) oleh pihak penyelenggara (di USA). Karena mempertimbangkan waktu yang saya butuhkan untuk persiapan ujian, berkas-berkas lain, dan deadline pendaftaran, saya khawatir aplikasi saya bisa gagal hanya karena sertifikat tidak diterima konsorsium sebelum deadline. Maka, saya memutuskan untuk tes IELTS saja yang hasilnya bisa saya terima 13 hari setelah hari ujian dan untuk keperluan aplikasi Master saya, saya hanya perlu meng-upload hasil scan dari sertifikat tersebut.

Kenapa otodidak dan tidak ikut les saja?

Waktu yang saya punya untuk mempersiapkan keperluan aplikasi studi saya tidak lebih dari 3 bulan. Waktu itu, awal Oktober, kondisi saya adalah saya sama sekali tidak mengetahui seluk beluk IELTS. Supaya aplikasi saya berjalan lancar, amannya saya sudah punya skor IELTS pada bulan Desember. Saya berlokasi di Jogja dan pada waktu itu lembaga yang mengadakan tes IELTS di Jogja hanya IDP (sekarang juga ada British Council). Saya segera cek website IDP untuk melihat jadwal tes bulan Desember dan ada dua tanggal, yaitu tanggal 3 dan 17 untuk lokasi Yogyakarta. Saya berencana untuk tes di tanggal 3 Desember, tapi tidak langsung saya booking karena saya berniat untuk booking setelah saya merasa yakin dengan kemampuan saya untuk tes. Bagaimana pun, biaya tes ini cukup mahal jadi saya sangat hati-hati untuk mengambil keputusan. Tapi akhirnya tetapi di-booking kok hehe

Jadi, waktu yang saya punya untuk mempersiapkan diri mengikuti tes hanya sekitar 2 bulan. Sewaktu itu saya juga sedang sibuk mempersiapkan proposal skripsi dan ujian proposal sehingga waktu yang bisa saya luangkan untuk belajar IELTS sebenarnya tidak banyak. Saya coba mencari informasi tentang les persiapan IELTS di Yogyakarta, dan beberapa sumber merekomendasikan CIllacs UII. Menurut saya modul yang ditawarkan oleh mereka cukup bagus dengan 25xpertemuan @ 90 menit ditambah 3xsimulasi. Tetapi jadwal kelas persiapan tersebut tidak cocok dengan kebutuhan saya dan uang yang perlu dikeluarkan juga cukup besar (saya tidak ingat berapa, kalau tidak salah lebih dari Rp 1jt). Akhirnya saya memutuskan untuk belajar sendiri saja.

Persiapan dan materi

Saya sadar waktu yang miliki cukup singkat. Saya mulai persiapan dengan membuat jadwal (tidak ketat), yaitu meluangkan 2 jam per hari untuk belajar IELTS, dan menetapkan target skor saya yaitu overall band 7 dengan setiap modul (listening, reading, writing, speaking) minimal 6,5. Sebenarnya itu target yang cukup berani untuk pemula yang kepepet seperti saya. Tapi apa boleh buat, program master yang ingin saya daftar mensyaratkan band 7 untuk skor minimalnya. 

Awalnya saya mempelajari tentang tes IELTS itu sendiri: modul apa saja yang diujikan, bagaimana persyaratan dan eksekusi tiap modul, apa arti dari nilai band tiap modul dan kompetensi seperti apa yang dibutuhkan, dan lain-lain. Secara garis besar, informasi tersebut bisa dibaca di sini (klik).

Setelah mendapat sedikit gambaran mengenai tesnya, saya mulai mengumpulkan materi untuk dipelajari. Kebetulan teman saya, Farah, pernah mengikuti tes ini sebelumnya dan saya langsung minta dari dia saja kumpulan soal-soal latihan. Dari sekian banyak yang diberikan Farah, yang saya pakai cuma kumpulan soal dari buku IELTS Cambridge 1-10, yang sepertinya tersebar luas di internet secara gratis.

Sedikit penjelasan, terdapat 4 modul tes yaitu secara berurutan listening, reading, writing, dan speaking.  Setiap modul ada beberapa part yang harus dikerjakan dalam waktu yang ditetapkan. Misalnya, kalau listening ada 4 part dengan durasi sesuai rekaman, reading ada 3 part dengan durasi total 1 jam, writing ada 2 part dengan durasi 1 jam, dan speaking ada 3 part dengan durasi sesuai pertanyaan yang diajukan interviewer. Setiap part dalam modul juga memiliki jenis pertanyaan yang berbeda-beda. Saya pernah mengikuti tes TOEFL ITP yang semua pertanyaannya dalam bentuk pilihan berganda sehingga kalau benar-benar mendesak masih bisa memilih jawaban dengan asal. Sayangnya, soal-soal IELTS tidak seperti itu. Kesulitannya ialah kita harus menyelesaikan task dengan tepat dalam waktu yang tersedia. Dan saya mengakui waktu menjadi kunci penting di tes ini.

Saya latihan dengan menjawab banyak latihan soal dari buku IELTS Cambridge. Selain berisi soal-soal dari seluruh modul, buku tersebut juga dilengkapi dengan rekaman untuk modul listening, kunci jawaban modul listening dan reading, serta contoh jawaban modul writing. Untuk reading dan writing, saya selalu mengerjakannya dengan timer supaya terbiasa mengerjakannya dengan cepat.

Karena pada intinya IELTS adalah tes untuk menguji kemampuan berbahasa Inggris kita, hanya mengerjakan soal saja tidak cukup dan banyak orang menganjurkan lebih baik meningkatkan kemampuan berbahasanya, bukan mengerjakan soalnya. Karena itu saya juga latihan dengan sering-sering mendengarkan percakapan dalam bahasa Inggris, bisa dari TV series, radio, youtube, podcast dll. Karena saya terbiasa dengan dengan AE, saya lebih sering mencoba mendengarkan radio UK atau Australia untuk membiasakan telinga mendengar aksen dari setiap negara. 

Untuk reading, saya memperbanyak baca artikel-artikel dalam Bahasa Inggris, terutama dari koran online seperti BCC News, thehuffingtonpost, dsb. Saya juga menyelesaikan beberapa novel dalam bahasa Inggris. Setiap kosakata baru saya catat di notebook beserta artinya (dan kadang contoh penggunaaanya), dan catatan tersebut saya baca-baca berulang kali. Saya juga berusaha agar topik artikel yang saya baca bervariasi sehingga saya tidak merasa asing dengan istilah-istilah dalam topik yang mungkin bukan keahlian saya, misalnya hukum, ekonomi, biologi, dsb. Tujuan dari hal latihan ini sebenarnya untuk membiasakan kita membaca dan memahami teks yang panjang dengan berbagai topik yang berbeda.

Menurut saya, modul listening dan reading merupakan yang paling berpotensi untuk didongkrak kalau kita belajar otodidak. Karena kita bisa melakukan self-assessment hanya dengan mencocokkan jawab kita dengan kunci jawaban, tidak perlu orang lain untuk mengkoreksi jawaban kita. Pada awalnya, nilai listening dan reading saya sekitar 6 atau 6.5. Setelah beberapa minggu berlatih saya bisa stabil di 7.5 untuk keduanya.

Untuk writing, saya cuma mencoba mengerjakan latihan dari buku IELTS Cambridge. Sayangnya, saya tidak punya orang yang bisa mengkoreksi dan menilai tulisan saya. Kesulitan lainnya ialah waktu yang diberikan sering kali tidak cukup untuk saya menyelesaikan task yang diberikan. Selain mengerjakan latihan, saya juga banyak membaca contoh-contoh tulisan yang mendapat band 9, 8, 7, dst untuk mengetahui penulisan seperti apa yang layak diberikan nilai tinggi sekaligus membandingkan penulisan saya dengan tulisan-tulisan tersebut untuk melakukan self-assessment.

Dan yang terakhir, speaking, saya berlatih dengan menjawab pertanyaan sambil merekam jawaban saya sendiri. Terkadang saya juga berlatih ngomong sendiri di depan cermin, atau dengan teman jika dia yang bersedia untuk diajak berlatih. Menurut saya, speaking partner sangat penting untuk melatih komunikasi yang lebih alami dan akan lebih baik lagi kalau partner tersebut juga dapat memberikan penilaian terhadap kemampuan berbicara kita. Tetapi, kalau kasusnya sepeti saya, merekam dan mendengarkan ucapan sendiri setidaknya bisa dilakukan untuk mengevaluasi diri. Sebagai tambahan, saya juga nonton di youtube beberapa contoh IELTS speaking peserta ujian yang dapat band 9,8,7, dst, untuk mendapat gambaran. 

Tambahan materi saya dapatkan dengan join grup facebook IELTS MOOC Study Group. Lalu, dari beberapa website tips IELTS yang saya kunjungi, saya paling merasa terbantu oleh ieltsliz.com dan ieltsadvantage.com.

Simulasi

Niat saya awalnya setelah sekitar sebulan latihan sendiri (walaupun tidak maksimal), saya mau coba ikutan simulasi ujian dulu supaya tau kemampuan saya sudah sampai mana dan setidaknya merasakan aura ujian itu seperti apa. Jadi saya daftar simulasi IELTS di Cillacs UII tanggal 19 November 2016. Biaya pendaftarannya kalau tidak salah Rp 160rb. Nah, kesalahan kecil saya waktu itu adalah saya tidak tanya kapan hasil simulasinya keluar, yang ternyata adalah 2 minggu setelah tes. Saya baru tau setelah selesai ujian dan baru menyadari kalau hasilnya akan keluar bahkan setelah saya tes. Dan akhirnya hasilnya malah keluar setelah hasil IELTS asli saya keluar :v Regardless, kalau tanggal tes masih cukup jauh, mengikuti simulasi sangat dianjurkan. 

Walaupun mengetahui hasil simulasi sangat terlambat, saya merasa mengikuti simulasi tersebut tetap ada manfaatnya, terutama saya jadi menyadari kalau sebaiknya saya ke belakang dulu sebelum ujian dimulai daripada menahan keinginan tersebut sewaktu ujian yang malah bikin tidak fokus. Selain itu, saya jadi sadar kalau ujian hampir 3 jam itu cukup melelahkan dan pentingnya fokus saat ujian. Performa saya saat simulasi tidak bisa dibilang baik tapi, ya sudahlah, perjuangan sebenarnya di tanggal 3 Desember :D

Tes IELTS

Lokasi tes IELTS saya berlangsung di Pusat Pelatihan Bahasa (PPB) UGM. Tes dibagi menjadi dua sesi, pagi untuk sesi listening, reading, dan writing, dilakukan bersama oleh seluruh peserta di sebuah ruangan besar, dan sore untuk sesi speaking yang dilakukan sesuai jadwal setiap individu. 

Paginya saya sudah siap sedia dengan alat tulis, kartu identitas, dan sudah ke kamar mandi. Saat tes IELTS berlangsung, peserta dilarang memakai jam tangan. Sehingga peserta hanya bergantung pada jam yang ada di ruangan dan informasi panitia mengenai sisa waktu untuk setiap tes. Alhamdulillah pada pagi itu saya dapat mengerjakan listening dan reading dengan baik. Walaupun sempat ada masalah pada listening karena saya kehilangan fokus sekian detik saat ujian, karena saya tetap tenang hal tersebut bisa diatasi dan terlupakan. Ketika ujian writing, saya agak gugup karena selama persiapan saya belum pernah benar-benar bisa menyelesaikan essay 150 dan 250 kata dalam waktu 1 jam. Tapi hari itu entah kenapa saya bisa selesai walaupun saya tidak sempat mengkoreksi tulisan saya. Puas dengan tes di pagi hari, tes speaking di sore hari ternyata tidak terlalu memuaskan. Saya beberapa kali melakukan kesalahan pengucapan, kalimat yang tidak nyambung, dan terdiam di tengah jawaban. Apa pun hasilnya saya sudah berusaha yang terbaik.

Daaan 2 minggu kemudian, hasil tes sudah dapat dilihat secara online di website IDP. Ternyata saya berhasil memperoleh band 7 dengan rincian: listening 7.5, reading 7.5, writing 6.0, dan speaking 6.0. Walaupun target saya yaitu minimal 6.5 untuk setiap modul belum tercapai, tapi setidaknya nilai tersebut sudah cukup untuk mendaftar program Erasmus+ yang saya inginkan (tapi tidak cukup untuk universitas yang di UK hiks). Saya juga sebenarnya sedikit kecewa dengan hasil writing karena kalau jumlah kata yang saya tulis sudah memenuhi syarat, berarti konten tulisan saya tidak terlalu berbobot :v Kalau untuk speaking, mengingat kesalahan yang saya lakukan sewaktu ujian saya rasa nilai tersebut sesuai. Overall, saya cukup puas dengan hasil tersebut.

Conclusion

Supaya postingan ini bermanfaat, demi ketercapaian hasil IELTS yang diharapkan beberapa poin yang ingin saya tekankan yaitu:
  1. Pahami struktur IELTS sepenuhnya 
  2. Rencanakan jadwal belajar dengan baik
  3. Pastikan tanggal ujian dan target skor untuk memotivasi diri
  4. Gunakan semua resource yang ada: internet, buku, soal-soal latihan, teman, dll
  5. Cari teman yang bisa men-review tulisan atau percakapanmu, kalau bisa
  6. Fokus saat mengerjakan soal
  7. Berdoa untuk hasil yang terbaik
Untuk yang juga berjuang dengan otodidak, good luck!

Comments

  1. Halo kak.. Bikin jadwal yang baik dan benar itu gimana sih ??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo. Kembali ke pribadi sih. Kalo aku lebih suka latihan sesering mungkin walaupun durasinya nggak lama, misal 1-2jam setiap hari. Pasang target supaya tau hasil latihanmu sudah cukup efektif atau belum :)

      Delete
  2. nice sharing! hebat ya otodidak

    Izin numpang lapak untuk menaruh informasi ya. Punya IPK 3.0, lulusan S-1 & dibawah 35 tahun? Kami menjamin anda untuk memperoleh IELTS 7.5 & mendapatkan beasiswa 100% diluar negeri. 3000+ alumni sejak 1996, kuliah di 4 benua. Untuk tes institusional IELTS gratis & info beasiswa: 0813 1663 4102

    ReplyDelete
  3. Makasih mbak lengkap bgt infonya:)

    ReplyDelete
  4. Terima kasih Mbak sangat membantu

    ReplyDelete
  5. Keren mb, sgt membantu skali. Sy rencana bln Nop mau tes. Bth persiapan yg matang mmg ya krn biaya jg gk sedikit. Nice sharing..

    ReplyDelete
  6. Ke Itali bisa, kursus 1 juta an katanya mahal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah saya mendapat beasiswa penuh untuk pertukaran pelajar saat itu

      Delete
  7. Halo kak, boleh fotokan ga ya bukunya pake yg mana?

    ReplyDelete
  8. Halo kak, boleh fotokan ga ya bukunya pake yg mana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. IELTS Cambridge 1-10, banyak tersebar luas di internet. Saya download pdf dan print sendiri.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts