Marshmallow

Berbeda dengan abang saya yang pernah melihara berbagai macam hewan, sebut saja kucing, ayam kampung, ayam teletubbies, ikan cupang, ikan mas, siput, dan lain-lain, saya tidak pernah punya binatang peliharaan. Saya bukan pecinta binatang, termasuk kucing. Kalo nanya mama saya, dia akan bilang selera makan saya langsung hilang kalau tiba-tiba ada kucing yang mendekat. Dan itu benar.

Saya bukan benci, hanya tidak biasa. Ketidakbiasaan itu sedikit demi sedikit luntur karena berteman baik dengan manusia-manusia yang freak pada kucing dan aktivitasnya, sebut saja Yusra, Maya, dan Rifqi. Saya jadi mulai berani elus-elus punggung, kepala, dan leher. Tidak lebih dari itu.

Rifqi dan saya dari dulu memang punya rencana memelihara kucing, dengan hak asuh 100% berada pada Rifqi. Intinya, saya belum siap pelihara-peliharaan. Lalu mulailah Rifqi menjejal foto, video, stiker (dan apapun itu) berbau kucing dan anak kucing, yang harus saya akui super lucu dan susah untuk berpaling, kapan pun dan di mana pun.

Keinginan untuk pelihara kucing pun muncul kalo melihat postingan orang nawarin anak-anak kucing, baik yang ditemukan atau baru dilahirkan. Beberapa kali terlambat (sudah dikasih ke orang lain), 2 hari yang lalu (7/2) Rifqi dikabari temannya kalo ada yang menawarkan anak kucing yang ditemukan dan kehilangan induk dan saudaranya. Setelah membahas bersama, kami sepakat untuk mengadopsinya.

Saya super excited. Saya langsung menyiapkan kardus untuk membawa kucingnya pulang nanti sore. Saya juga research kecil-kecilan, meng-google apa saja keperluan memelihara kucing, makanannya, mainannya, tempat buang hajatnya, dan sebagainya. Maklum, pemula.

Sorenya, setelah beli beberapa keperluan yang penting, kami pun menjemput si kucing. Selama perjalanan di motor, kami diskusi soal nama. Rencananya, kalo jantan mau dikasih nama "Saitama", kayak tokoh utama One Punch Man yang Season 1-nya baru kami selesaikan bersama beberapa hari sebelumnya. Kalau betina, belum kepikiran. Sebenarnya saya usul kalo betina namanya "Bella", kalo jantan namanya "Bello", yang artinya cantik dalam bahasa Italia. Tapi Rifqi sepertinnya kurang setuju.

Saya tidak menyangka kucing yang akan kami adopsi masih begitu kecil. Umurnya mungkin sekitar 2-3 minggu. Warnanya putih, dengan sedikit belang oranye di kepala. Ternyata si penemu kucing tidak bisa memeliharanya karena dia memelihara anjing juga, yang mungkin agak galak karena sewaktu kami datang anjingnya menggonggong dan si kucing keliharan ketakutan dan manjat-manjat baju masnya. Kucingnya pun kami masukkan ke kotak yang udah dibolongin. Kebetulan kotaknya adalah kotak bekas oleh-oleh yang ada talinya, jadi kotaknya bisa diikat dan saya tidak terlalu kerepotan menahan tutupnya supaya kucingnya tidak loncat keluar dari kotak. Selama perjalanan si kucing tidak berhenti mengeong imut dan nyakar-nyakar saya dari lobang di kotak. Saya beberapa kali teriak kecil karena kaget, yang langsung dilirik Rifqi dengan tatapan "jangan bikin malu".

Sesampainya di rumah Rifqi, kami pun langsung bermain-main dengan si kucing: Rifqi dan kucing main-main, saya ketawa-ketawa. Si kucing pun langsung kami kasih makan. Dia sukanya makanan basah, mungkin belum bisa mengunyah makanan yang kering. Badannya kurus banget, tulangnya langsung terasa sewaktu mengelus lehernya, rusuknya kelihatan kalo dia lagi berbaring. Dan Rifqi pun berbinar-binar berkata,"pokoknya kita harus bikin dia gemuk.". Aku pun membalas,"Kayak Nala?". "Iya, pokoknya gemuk," jawabnya.

Selagi bermain, Rifqi bilang dia ingin menamainya Marshmallow, karena bulunya yang putih. Saya setuju saja walaupun saya sempat usul nama "Python" atau "Sayang". Rifqi cuma geleng-geleng tak berkata tapi seolah-olah bilang, "Ntahapa aja kau dek" (pakai logat Medan). Karena sudah sepakat, Rifqi mulai bermain-main sambil manggil-manggil si kucing, "Mellow, sini". Saya diam sebentar karena heran, lalu berkata,"Kirain panggilannnya, Marsh."

Sore itu rasanya lama sekali, padahal cuma 2 jam saya bermain-main dengan Marshmallow sebelum pulang. Hari itu saya harus bangga karena di tahun 2017 akhirnya saya berani diendus-endus kucing, menyentuh tapak kakinya yang kenyal, dan tidak memberontak saat dia berjalan ke pangkuan. Dia ternyata suka pangkuan manusia untuk tempat tidur dan menolak tidur di kardus. Dia imut sekali dan saya langsung merasa sayang pada kucing itu.

Malamnya, saya chatting dengan Rifqi menanyakan kabar si Marshmallow. Katanya dia sudah makan dan buang air di litter box. Malam itu, dia harus tidur di gudang belakang karena tidak mungkin membiarkannya di luar, takut masuk ke got. Rifqi juga tidak berani membawanya ke kamar, takut buang air sembarangan. Sebenarnya saya sedikit khawatir karena gudangnya agak berdebu dan sangat banyak barang, takutnya dia manjat dan lompat dari tempat yang terlalu tinggi untuknya. Tapi sepertinya dia belum bisa memanjat, dan di sana tempat yang paling aman untuk sementara.

Hari itu saya melabelkan diri saya dengan label "punya peliharaan"... hehehe :3

Besok paginya, saya datang lagi ke rumah Rifqi karena kami berencana membawa Marshmallow ke dokter untuk konsultasi. Rifqi bilang dia sudah makan dan sudah buang air lagi di glitter box-nya tanpa diangkat. Pintar! Tetapi dia tidak sesemangat hari sebelumnya. Jalannya agak sempoyongan. Saya curiga dia tidak bisa tidur sepanjang malam karena tidak ada yang memeluk. Sewaktu melihat saya duduk, dia mendekat dengan kaki gemetaran, mengendus-endus, manjat ke pangkuan saya, nyempil-nyempil di antar lengan sambil mencakar-cakar baju saya, dan akhirnya bisa diam ketika saya elus leher dan kepalanya. Dia tertidur di pangkuan saya. Nyenyak. Saya pindahkan dia ke kardus. Dia terbangun dan mendekati saya lagi. Akhirnya selagi menunggu Rifqi bersiap-siap, saya biarkan dia tidur di paha saya sambil saya elus-elus kepalanya. Saar tidur, baru kelihatan kalau kutunya banyak sekali. Kasihan.

Marshmallow kami masukkan lagi ke kotak untuk dibawa ke dokter. Awalnya dia sempat mengeong pelan dan mengeluarkan tangannya melalui lubang, tapi lama-kelamaan dia diam saja. Saat itu cuaca terik, mungkin dia merasa hangat dan nyaman di dalam kotak. Saya kira dia tidur.

Kami menuju Klinik Hewan Kuningan milik FKH UGM yang berlokasi di depan kolam renang FIK UNY. Klinik ini terkenal ekonomis karena memang penanganan dilakukan oleh mahasiswa koas di bawah bimbingan dokter hewan. Untuk konsultasi waktu itu kami tidak dikenai biaya.

Marshmallow lalu ditimbang berat badannya (ternyata cuma 0,3 kg) kemudian diperiksa denyut jantung, kulit, dan lain-lain. Terkadang dia sedikit memberontak dan agak galak. Jadi berasa bawa anak sendiri ke dokter :" Karena hari itu tujuannya hanya konsultasi, tidak ada diagnosa tertentu. Dia hanya dikasih vitamin untuk mengurangi kutu dan dianjurkan dikasih minum susu karena masih sangat kecil. Jadi pulangnya kami pun mampir beli susu kucing.

Sampai di rumah Rifqi, Mallow masih kelihatan tidak semangat. Setelah diberi makan dan diminumkan susu, kami biarkan dia tetap dalam kotak supaya tidur. Dan juga karena kami sudah menghabiskan setengah hari untuknya dan perlu mengerjakan hal lain pula. Saya pun pulang ke kosan.

Malamnya, Rifqi bolak balik mengabari Mallow tidak selera makan dan kelihatan makin lemas. Mungkin sebaiknya besoknya perlu dibawa ke dokter lagi. Tidak tahu masalahnya apa, mungkin juga kedinginan. Lalu Rifqi tambahkan kain di kotaknya supaya lebih hangat. Malam itu, Mallow dan kotaknya ditaruh di kamar Rifqi.

Besok paginya, Mallow sudah tak sadarkan diri. Saya panik langsung menuju rumah Rifqi. Di sana Rifqi sudah termenung menatap Mallow. Katanya dia sudah terlihat tidak bernafas. Tapi saya coba raba perutnya masih bergetar dan sesekali ia bergerak. Tapi kelihatan sekali dia tidak sekedar tidur seperti biasa. Badannya dingin. Saya usul ke Rifqi untuk segera ke klinik lagi saat itu juga.

Sampai di klinik, Mallow langsung mendapat pertolongan pertama dengan diberi sarung tangan karet berisi air hangat. Suhunya sudah mencapat 33°C dari suhu normal kucing sekitar 38°. Ternyata keadaan Mallow udah masuk kategori collapse. Dan saya sudah yakin pasti keadaannya tidak akan membaik, didukung oleh pernyataan Mba-mba koas. Akhirnya Mallow disarankan untuk dirawat inap saja, walaupun harapannya tidak besar. Ketika ditanya kira-kira apa sebenarnya penyebabnya tiba-tiba bisa sakit seperti itu, kata Mbanya kemungkinan anemia karena kutunya banyak. Sebenarnya saya kurang yakin penyebabnya cuma itu tapi memang itu yang cukup masuk akal.

Sekitar jam 2 siang, saya dapat telepon dan saya sudah tahu apa yang akan saya dengar. Saya telepon Rifqi setelahnya dan bertanya,"badannya Mallow mau dibawa pulang kapan?"

Rasanya sedih ternyata waktu saya untuk mengenal Marshmallow kurang dari 48 jam, bahkan belum banyak hal yang kami lakukan bersama. Mungkin saya memang belum siap dikasih tanggung jawab peliharaan :" Mudah-mudahan ini yang terbaik buat Mallow.

You'll always be in my heart, my dear.

Comments

Popular Posts