Muslimah in Europe: halal food
Ini kelanjutan postingan sebelumnya, yang bisa dibaca di sini.
Sekarang saya mau bahas bagaimana mencari makanan halal di Eropa. Ini juga menjadi pertanyaan beberapa teman saya yang mengira saya akan kesulitan makan selama tinggal di Eropa. Padahal berat badan saya justru naik lho :p
Merujuk kepada Surah Al-Baqarah:173:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari sekian banyak makanan enak yang ada di dunia ini, yang diharamkan hanya yang itu saja. Dan alkohol tentu saja (rujukan di Surah Al-Maidah:90-91).
Sebagai orang Indonesia yang pada umumnya omnivora, atau malah cenderung kurang suka makan sayur, pasti menyangkanya akan kesulitan nggak bisa makan daging selama di Eropa. Kenyatannya, di Eropa banyak banget toko daging halal milik saudara-saudara Muslim imigran dari negara-negara Timur Tengah atau Asia Selatan atau Afrika Utara. Nggak cuma daging segar, mereka juga biasanya jual sosis, daging giling, atau daging lapis yang halal. Jadi insya Allah asupan daging saya selama di Eropa masih tercukupi, asalkan nggak malas masak :D Tantangannya tinggal gimana kita ngolah daging jadi bakso, sate, rendang, atau makanan enak lainnya karena jelas nggak ada yang jual di warung makan hehe.
Biasanya saya belanja sehari-hari di supermarket yang lokasinya tersebar di mana-mana dan lebih mudah aksesnya dari tempat tinggal saya. Karenanya saya juga nggak selalu ke toko daging halal. Apalagi saya belum tentu punya waktu untuk masak-masak ribet. Saya nganggap masak yang ada dagingnya itu ribet karena biasanya saya masak daging kalau bikin menu Indonesia yang bisa saya simpan buat 2-3 hari. Karenanya saya cenderung menjadi vegetarian selama di sini. Karena masak sayur simpel, tinggal tumis-tumis doang pakai bawang putih, sehat pula. Alhamdulillah, saya orangnya memang nggak pilih-pilih makanan dan juga penyuka sayur. Komunitas vegetarian dan vegan cukup besar di Eropa. Jadi kalau ingin makan di luar hampir semua restoran punya menu vegetarian, yang selalu menjadi opsi pertama saya. Termasuk di kantin kampus sewaktu saya di Jerman selalu ada menu untuk vegetarian (dan vegan).
Kalau sudah lama banget nggak makan daging dan malas masak, masih ada opsi toko kebab yang insyaAllah halal. Biasanya tokonya juga memajang logo halal di depan tokonya. Atau kalau ragu bisa tanya penjualnya hehe. Kebab itu ibaratnya fast food halal, murah, enak. Pas untuk kantong mahasiswa dan traveller kere seperti saya :D Kalau mau lebih elit sedikit, bisa coba ke restoran Arab atau Turki yang kebanyakan, insyaAllah, halal.
Opsi lain bagi para karnivora adalah makanan laut: ikan, udang, cum-cumi, dan sebagainya. Hanya saja, selain langka, harganya juga lebih mahal. Makanya puas-puasin makan ikan di Indonesia :D
Frekuensi toko dan restoran halal di sebuah kota memang tergantung kota dan negara tempat kita tinggal sih. Misal, sewaktu saya di Saarbruecken, Jerman, biar kotanya kecil, toko daging halal yang saya tahu lebih dari lima tempat. Restoran halal dan toko kebab banyak banget. Karena Region Saarland, kalau saya tidak salah, salah satu region yang paling banyak menampung imigran dari negara Timur Tengah (seperti Syria) di Jerman. Belum lagi komunitas Muslim Turki di Jerman yang cukup besar. Sekarang saya di Praha, ibukota Republik Ceko, kota besar, tapi saya baru tahu 3 tempat yang jual daging halal. Tapi Alhamdulillah di depan kampus saya ada toko kebab halal. Saya sering beli di sana kalau nggak bawa bekal hehe
Nah, sekarang kita bahas makanan yang ingredient-nya perlu diperhatikan, karena bisa mengandung alkohol atau lemak babi. Bersyukurlah tinggal di Indonesia karena ada lembaga khusus yang bertugas melacak kandungan halal atau tidak halal makanan. Di Eropa, karena kalau ingin aman, kita harus manual ngecekin kandungan makanannya. Padahal bahasanya aja kita nggak ngerti. Saya bahas beberapa makanan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya saja ya. Kalo ada yang salah atau ingin ditambahi, silakan tambahkan di komentar :D
Pertama, emulsifier pada roti bisa jadi adalah lemak babi. Tapi kebanyakan roti seperti roti tawar menggunakan soya. Ini tertulis di bungkus rotinya. Kalau nggak ada bungkusnya seperti roti di bakery? Wallahu'alam. Pernah ada teman (orang Italia, vegetarian) yang bilang kalau rotinya lembut kemungkinan besar bukan dengan lemak babi. Kalau rotinya yang keras, bisa jadi iya.
Masih terkait lemak babi, lebih baik tidak membeli permen, jelly, atau cemilan kenyal-kenyal sejenisnya, karena gelatin di sini pada umumnya berasal dari lemak babi. Makanya sewaktu datang saya bawa stok agar-agar bubuk dan permen karet dari Indonesia. Jangan khawatir, terkadang toko halal juga menjual permen-permenan yang diimpor dari Turki.
Lalu juga perhatikan apakah makanan yang dimakan mengandung rum atau wine. Rum sangat biasa dicampurkan di kue-kue atau es krim. Jangan teledor pilih rasa-rasa aneh sewaktu beli gelato hanya karena penasaran, karena bisa jadi mengandung alkohol. Misal, tiramisu aslinya mengandung alkohol. Kalau tidak yakin, tanya pada penjualnya. Mereka nggak akan memandang rendah kita cuma karena kita menghindari alkohol. Selain itu, di Eropa banyak menu masakan yang menggunakan wine sebagai campuran bahannya. Kalau makan di restoran, setiap menu ada deskripsi bahan-bahan yang digunakan dalam masakan tersebut. Informasi ini penting untuk orang-orang yang punya alergi makanan tertentu dan berguna untuk kita yang punya pantangan.
Hati-hati juga pada menu yang terdengar familiar di Indonesia, belum tentu itu halal di Eropa. Misal, pasta dengan saus bolognaise atau carbonara. Resep asli carbonara menggunakan bacon (babi) dan daging cincang di saus bolognaise tidak selalu daging sapi. Ini salah satu alasan kenapa saya nggak banyak icip-icip makanan Italia sewaktu tinggal di sana, karena nggak semuanya vegetarian friendly. Tapi saya sudah cukup puas dengan pizza margherita yang topping-nya hanya saus tomat dan mozarella.
Dan ada makanan-makanan lain yang lebih baik selalu cek kandungannya, terutama makanan instan, makanan kaleng, dan/atau saus-sausan.
Rasanya saya nggak perlu wanti-wanti soal minuman beralkohol, karena bisa sangat jelas dibedakan. Misal, di menu restoran kolom minuman beralkohol dan tanpa alkohol jelas dibedakan. Di supermarket rak minuman alkohol juga tersendiri dan pembeli juga harus menunjukkan ID-nya untuk membuktikan kalau dia sudah cukup umur (di atas 18 tahun). Bahkan di bar yang orang ke sana buat nongkrong sambil minum-minum juga masih punya minuman non-alkohol seperti jus atau teh. Jadi saya rasa sangat mustahil untuk tak sengaja terminum bir atau wine. Bahkan baunya saja sudah menyengat (seperti bau tape).
Setelah dirinci ternyata banyak juga yang perlu diperhatikan ya? Tapi percayalah menjaga untuk tetap memakan makanan halal sangat tidak sulit. Bahkan saat traveling, alhamdulillah tetap bisa makan makanan yang insya Allah halal. Cerita sedikit nih. Pernah sewaktu ke kota Cologne, Jerman, hari itu hari Minggu, semua supermarket dan toko tutup di Jerman. Hanya beberapa restoran yang buka. Saya sudah jalan setengah hari, kelaparan, nggak punya paket data buat gugeling restoran halal. Entah kenapa waktu itu ingin sekali beli makannya di restoran yang halal. Sudah keliling-keliling nggak ngeliat toko kebab. Saya capek, berhenti bentar, Alhamduillah dapat wifi gratis. Langsung saya cari restoran halal terdekat. Ternyata cuma 1 blok dari lokasi saya istirahat, alias cuma jalan 5 menit. Alhamdulillah dimudahkan Allah.
Tips mencari restoran halal saat traveling: cari mesjid, di sekitarnya pasti ada restoran halal. Shalat terjaga plus perut kenyang dengan makanan berkah :D
Dan lagi, selalu bersyukur terhadap apa yang kita bisa makan. Dari rincian yang saya jelaskan di atas, bisa dibilang kita masih bisa makan apa saja, hanya harus lebih usaha untuk mendapatkannya. Coba lihat teman kita yang punya alergi makanan, yang bahkan makanannya lebih harus dibatasi karena bisa membahayakan nyawanya. Kalau niat kita untuk melaksanakan perintah Allah, mudah-mudahan akan selalu diberi kemudahan melaksanakannya. Sama seperti cerita saya tentang shalat di postingan sebelumnya :)
(next post: how to socialize)
Comments
Post a Comment