Cerita tesis (2)

 (sambungan dari cerita tesis (1))

Dengan kondisi saya yang sebenarnya sudah super lancar begitu yaa, duuh astagfirullah, saya merasa sangat minim ikhtiar. Mood saya ngerjain tesis itu naik turun. Saya literally sudah bisa mulai ngerjain dari akhir Desember sebenarnya. Tapi perencanaan saya itu berantakan. Saya sepertinya menghabisnya banyak waktu dengan alasan "pre-research" dengan hasil yang sebenarnya tidak banyak. Saya tahu deadline akhir untuk submit tesis di Praha dan Saarbruecken, tapi saya tidak punya deadline terukur untuk milestones dari tesis. Di beberapa bulan pertama bahkan saya masih tidak paham apa yang sebenarnya akan saya lakukan, tidak terbayang hasil akhir yang akan saya dapatkan. Eh bukannya tanya supervisor ya, malah lari takut ngirim email ke beliau dengan dalih saya coba pelajari sendiri dulu. Kebetulan beliau juga sedang sibuk untuk pindah ke Amerika karena mendapat kesempatan sebagai visit researcher di tim Microsoft Translation. Walaupun saya yakin beliau tidak akan nyuekin saya. Alhasil, progres saya lambat sekali. Bahkan untuk menulis Bab 1 saja saya belum bisa selesai. 

Ke-parno-an saya tersebut juga berdampak kepada persyaratan tesis untuk UdS. Saya mencoba menghubungi calon supervisor saya di UdS sejak bulan Februari. Di tengah bulan Maret barulah saya mendapat kabar kalau beliau bersedia menjadi supervisor saya sekaligus menanyakan rencana saya untuk submit. Maka saya utarakanlah saya ingin melakukan Master Seminar di bulan April atau Mei. Supaya rencananya saya sudah bisa submit maksimal di bulan September. Ideal sekali bukan? Tapi email saya tersebut tak kunjung direspon lagi oleh beliau. Pernah saya follow-up lagi tapi tetap tidak dibalas. Kalo ikhtiarnya maksimal ya harusnya pun tanpa respon itu proposal udah kelar biar nggak malu kalau mau meneror beliau. Praktiknya saya malah kebanyakan galau nggak jelas dan selalu berdalih untuk mempersiapkan bekal pengetahuan dulu (i.e. masih baca paper ini itu, implementasi minim, nulis tidak). Yaaa begitaulan sampai akhirnya saya baru komunikasi lagi sama beliau sewaktu ada acara LCT di Praha di akhir bulan Juni yang kebetulan beliau juga hadir. Langsung saya serbu untuk minta tanggal Master Seminar di bulan Juli. Saat itu sebenarnya tesis saya sudah 80% selesai, karena submission deadline di Praha ialah tanggal 19 Juli. Maka sudah pastilah saya tidak bisa menyelesaikan studi tepat waktu di UdS karena tidak mungkin untuk submit tesis sebelum akhir September.

Dampak kemalasan saya di bulan-bulan awal yang lainnya ialaaah saya ngebut ngerjain siang malam di sisa waktu saya yang kurang dari 3 bulan untuk submit di CUNI. Selain tesis saya juga mengambil 3 mata kuliah dengan total 17 ECTS, yang masing-masingnya ada tugas mingguan. Tapiii saya lebih bahagia dari bulan-bulan sebelumnya saat saya rasanya banyak malasnya dan progresnya tidak jelas. Tiga bulan terakhir tersebut lebih sibuk tetapi malah membahagiakan karena saat tersebutlah saya merasa ikhtiar saya lebih maksimal, dan gambaran hasil akhir lebih terlihat.

Alhamdulillah, di awal bulan Juli, jumlah kredit saya sudah mencukupi dan jadilah saya sudah bisa mendaftar state exam. Fokus saya tinggal menuntaskan tesis yang deadline-nya hanya tinggal 2 minggu lagi. Seminggu sebelum deadline, beberapa eksperimen belum selesai dan tulisan masih jauuuh dari selesai. Sepertinya supervisor saya juga sudah pesimis saya bisa submit tepat waktu hahaha. Anehnya saya tenang saja terus mengerjakan sampai akhir, pun masih banyak yang belum selesai. Hingga akhirnya pada tanggal 19 Juli di malam hari pukul 23.59 tesis saya....tidak selesai xD Kecewa? Jelas. Tapi saya juga tidak ingin mengumpulkan tulisan saya dalam kondisi seperti itu, yang saya sendiri belum baca lagi apa yang saya tulis. Lagi, Alhamdulillah, tetap Allah kasih ketenangan di hati. Enggak panik, enggak macam-macam. Waktu itu saya sudah super lelah dan tidak bisa berpikir banyak untuk perencaan ke depannya. Lagipula sudah beberapa hari terakhir saya mengerjakan tesis tersebut non-stop dan otak saya benar-benar butuh istirahat. Esoknya saya merilekskan otak dengan jalan keluar dan pergi ke toko buku. Lusanya saya lanjut mengerjakan lagi, gimana pun memang harus saya selesaikan kan? 

Kemudian saya coba cari informasi tentang pengajuan perpanjangan deadline. Tapi alasan apa pula yang saya gunakan untuk pengajuan ini? Tidak mungkin saya berbohong mencari-cari alasan dan tidak mungkin pula memohon-mohon tanpa alasan yang masuk akal. Tapiii rencana Allah yang paling sempurna. Di bulan sebelumnya Allah beri saya sakit, infeksi pada alat pernapasan atas, yang sedikit banyak berdampak pada aktivitas saya dan saya sampai 2 kali ke dokter. Saya sampaikan alasan tersebut  dengan jujur dan melampirkan surat dari dokter untuk pengajuan perpanjangan sampai tanggal 27 Juli. Saya juga berserah kepada Allah. Seburuk-buruknya hasil ya saya tidak jadi submit dan baru bisa ikut defense  di akhir semester berikutnya. Konsekuensinya saya jadi harus bayar uang kuliah lagi karena beasiswa sudah habis bulan Agustus tahun ini. Tapi saya meyakinkan diri bahwa itu bukanlah hal yang sulit dan pasti ada jalan. Sambil terus berdoa kepada Allah dan terus mengerjakan tulisan, tidak lama pengajuan saya pun diterima. Alhamdulillah saya bisa mengumpulkan tesis di bulan Juli dan siap untuk defense di bulan September.

Tapi dua minggu kemudian saya mendapat kabar kalau saya tidak bisa mengikuti state exam..... 

(to be continued)

Comments

Popular Posts